6 Juli 2015

TEMPAT PERIBADATAN MANUSIA SUNDA



Sampurasun

Setiap agama menganjurkan (mengajarkan) umatnya untuk senantiasa beribadat / beribadah kepada Tuhan dan itu sebabnya masing-masing agama membangun tempat peribadatan / tempat ibadah sebaik, sebagus dan seindah mungkin. Maka pada sebagian agama ada yang menyebut "tempat ibadat" sebagai "Rumah Tuhan".

Ungkapan di atas senyatanya mengingatkan kita kepada pola keagamaan Mesir Kuno, Yunani,  Sparta, Athena, dan Timur-Tengah lainnya dsb. Mereka membangun gedung-gedung / bangunan khusus untuk berkumpul dan memuja kepada para 'dewa' yang dipertuhannya, maka tidak heran jika setiap dewa memiliki 'rumah' Nya sendiri....... Tentu, (*saya yakin) semua agama menitahkan yang terbaik bagi kehidupan manusia di planet Bumi.

Perbedaan konsep "Rumah Tuhan" (tempat ibadat / ibadah) jaman dahulu dan jaman sekarang hanyalah pada persoalan; "ada" dan "tidak ada" nya sosok / bentuk personifikasi yang dipertuhan (patung / arca), sedangkan pola tatanan "imam / pemimpin" dan "umat / pengikut" pada dasarnya sama saja, hanya sebutan atau istilahnya yang berlainan pada setiap agama.... bahkan secara tidak langsung, para pemuka agama / imam / pendeta dsb. itu 'seolah-olah' menjadi wakil Tuhan dalam menyampaikan "perintah-Nya"... itu sebab mereka sering mengatakan "Tuhan berkata..."  (*ya, secara umum begitulah adanya).

Arti kata IBADAT atau IBADAH adalah PENGABDIAN (peng-ABDI-an) atau mengabdikan diri kepada Yang Maha Agung / Yang Maha Besar / Yang Maha Kuasa. Maka sebagai "abdi" atau "yang menyerahkan diri", seseorang harus BEKERJA KERAS atas perintah Yang Maha Kuasa, dalam arti : Mengikuti kehendak atau petunjuk dari Yang diper-Tuhan-nya.

Maka, atas dasar "perintah" itulah berbagai umat beragama melakukan "sembah-sujud" sebagai bentuk ungkapan MERENDAHKAN DIRI DI HADAPAN YANG MAHA KUASA......................... lalu... setelah itu apa...??? ...mana dan bagaimana BENTUK NYATA peng-ABDI-an manusia kepada-Nya...??? Pada tingkat pertanyaan ini, tidak banyak kaum agamawan yang mampu menjabarkan dan membuktikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana cara meng-ABDI-kan diri kepada Yang Maha Kuasa...? (*sebab "mengabdi" itu sama sekali berbeda dengan "sembah-sujud"... :) 

Sekarang, mari kita lihat ajaran para leluhur bangsa Indonesia mengenai konsep "Rumah Ibadat / Ibadah" terutama yang ada dalam Pikukuh Sunda.

Pengertian "Rumah" dalam pikukuh Sunda dimaknai sebagai BUMI dan terdiri dari dua (2) jenis, yaitu BUMI AGEUNG (Agung / Raya) dan BUMI ALIT (*Rumah Besar dan Rumah Kecil). Seperti halnya "Ibu / Indung" di dalam kehidupan masyarakat Indonesia mengandung dua (2) arti : yaitu Ibu Kandung biologis (manusia) dan Ibu Agung atau Ibu Bumi / Ibu Pertiwi.

Bumi Ageung adalah Planet Bumi tempat tinggal dan lahirnya segala kehidupan (manusia, satwa, tumbuhan, dll) sedangkan Bumi Alit adalah diri manusia itu sendiri / raga-tubuh manusia. Kedua Bumi ini "ada" untuk saling meng-ABDI-kan diri atas kehendak Yang Maha Kuasa, maka keduanya saling memberi dan menerima, saling menjaga dan mengasihi.

Bumi Ageung meng-abdi / mengemban tugas sebagai pemberi kehidupan kepada segala yang ada dipermukaan planet Bumi, sedangkan Bumi Alit (manusia) meng-abdi (mengemban tugas) sebagai pengelola kehidupan. Kerja-sama antar keduanya harus berjalan selaras untuk kelangsungan hidup antar generasi (turun-temurun)... dan bukan hanya bagi yang hidup saat ini (*TIDAK BOLEH EGOIS...!!!)

Bumi Ageung menyalurkan kehidupan melalui :
1. GUNUNG-GUNUNG --- > memproduksi material inti bagi kehidupan manusia, satwa, dan tumbuhan.
2. HUTAN ---> mengolah dan menyimpan material inti bagi kehidupan manusia, satwa, dan tumbuhan.
3. SUNGAI ---> menyalurkan material inti bagi kehidupan manusia, satwa, dan tumbuhan.
Ketiga wilayah ini merupakan wilayah LARANGAN (*larang = suci) atau para penempuh Pikukuh Sunda sering menyebutnya sebagai BUMI SUCI ALAM PADANG sebab menjadi sumber kehidupan bagi manusia, satwa, tumbuhan... singkatnya, sebut saja sebagai TANAH SUCI atau Tanah Larangan.

Bagi penganut Pikukuh Sunda; GUNUNG-HUTAN-dan SUNGAI itu merupakan BUMI SUCI atau RUMAH SUCI tempat meng-ABDI-kan diri atau sering disebut sebagai "rumah ibadat / ibadah" kepada Yang Maha Kuasa, yaitu dengan cara :
1. Menjaga (melestarikan)
2. Merawat (menata)
3. Mempergunakan (memanfaatkan)

Maka, sisapapun yang MERUSAK salah-satunya adalah sama dengan merusak rumah ibadat Manusia Sunda. Dengan demikian ciri-ciri keberadaan Manusia Sunda ditandai dengan :
1. Gunung-gunung teguh pada tempatnya.
2. Hutan-hutan hijau dan lestari.
3. Sungai-sungai jernih dan terawat.

SESUNGGUHNYA DAN SENYATANYA, BAHWA GUNUNG-HUTAN-SUNGAI ITU ADALAH HASIL DAYA CIPTA YANG MAHA KUASA... DAN SAMA SEKALI BUKAN HASIL DAYA CIPTA MANUSIA.... Siapa manusia yang dapat membuat gunung - hutan beserta sungainya...??? .... adakah rumah ibadah yang lebih indah dari daya cipta Yang Maha Kuasa...??? (*kalau ada pasti sudah saya sembah :)

Maka tidak boleh ada manusia yang merusak dan menghancurkan ketiga sumber kehidupan untuk kepentingan apapun (termasuk untuk pembangunan rumah ibadat :)... *patut dipahami bahwa yang ingin hidup itu bukan hanya manusia saja, termasuk satwa - tumbuhan - batuan - tanah - air - udara - dll... pun Planet Bumi itu sendiri.

Maka dari itu Pikukuh Sunda mengajarkan DHARMA BAKTI (*berbuat kebaikan) kepada segala mahluk yang ada di Planet Bumi, tanpa memandang ras, suku, golongan apappun baik itu manusia, binatang, tumbuhan, siluman, jurig serta semesta kehidupan lainnya, sebab Manusia Sunda meyakini bahwa segalanya adalah HASIL DAYA CIPTA YANG MAHA KERSA... maka dengan segala hormat harus apa adanya dan begitu adanya... tidak boleh dilebih-lebihkan dan tidak boleh dikurangi...

Oleh : Lucky Hendrawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar